Direktur
Jenderal Pajak mengeluarkan peraturan PER - 14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi,
Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang berlaku 1 Januari 2014.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 (SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal
26) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini terdiri
dari:
a.
Induk SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 - (Formulir 1721);
b.
Daftar Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 bagi Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari
Tua/Jaminan Hari Tua Berkala serta bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara
Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia, Pejabat Negara dan
Pensiunannya (Formulir 1721-I);
c.
Daftar Bukti Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26 - (Formulir 1721-II);
d.
Daftar Bukti Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 (Final) - (Formulir 1721-III);
e.
Daftar Surat Setoran Pajak (SSP)
dan/atau Bukti Pemindahbukuan (Pbk) untuk Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pasal 26 - (Formulir 1721-IV);
f.
Daftar Biaya - (Formulir 1721-V);
sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran I PER - 14/PJ/2013
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang ditetapkan terdiri dari:
a.
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
21 (Tidak Final) atau Pasal 26 - (Formulir 1721-VI);
b.
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
21 (Final) - (Formulir 1721-VII);
c.
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
21 bagi Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Jaminan
Hari Tua Berkala - (Formulir 1721-A1);
d.
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
21 Bagi Pegawai Negeri Sipil atau Anggota Tentara Nasional Indonesia atau
Anggota Polisi Republik Indonesia atau Pejabat Negara atau Pensiunannya -
(Formulir 1721-A2);
sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II PER - 14/PJ/2013
Tata
cara pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 adalah sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran III PER - 14/PJ/2013.
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat berbentuk:
a.
formulir kertas (hard copy); atau
b.
e-SPT.
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) maupun e-SPT dapat
digunakan oleh Pemotong yang:
a.
melakukan pemotongan PPh Pasal 21
terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan
hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara
Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya
yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak;
dan/atau
b.
melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak
Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf
a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh)
dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
c.
melakukan pemotongan PPh Pasal 21
(Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh)
dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
d.
melakukan penyetoran pajak dengan SSP
dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam
1 (satu) masa pajak.
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 dalam bentuk e-SPT wajib digunakan oleh Pemotong yang:
a.
melakukan pemotongan PPh Pasal 21
terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan
hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara
Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya
yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak;
dan/atau
b.
melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak
Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf
a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen
dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
c.
melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Final)
dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam
1 (satu) masa pajak; dan/atau
d.
melakukan penyetoran pajak dengan SSP
dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1
(satu) masa pajak.
Dalam
hal SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 disampaikan dalam bentuk formulir
kertas (hard copy), bentuk, isi, dan ukuran SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini tidak boleh diubah. Dalam hal SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
disampaikan dalam bentuk e-SPT, Pemotong harus menggunakan aplikasi e-SPT yang
telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pemotong yang telah
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT tidak
diperbolehkan lagi menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam
bentuk formulir kertas (hard copy) untuk masa-masa pajak berikutnya.
Pemotong
dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam hal
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam hal wajib menggunakan e-spt,
namun tidak disampaikan dalam bentuk
e-SPT. Pemotong dianggap tidak
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam hal telah
menggunakan e-spt namun kembali menggunakan hardcopy. Pemotong tersebut dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dapat
disampaikan oleh Pemotong dengan cara:
a.
langsung ke KPP atau KP2KP;
b.
melalui pos dengan bukti pengiriman
surat ke KPP;
c.
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau
jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke KPP; atau
d.
e-filing yang tata cara penyampaiannya
diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 yang disampaikan oleh Pemotong dengan cara sebagaimana dimaksud di
atas huruf a, b dan c meliputi SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang
berbentuk:
a.
formulir kertas (hard copy); dan
b.
e-SPT yang disampaikan dalam media
elektronik.
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) tidak perlu dilampiri dengan:
a.
Formulir 1721-I dalam hal tidak ada
pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap, Penerima Pensiun, Tunjangan Hari
Tua/Jaminan Hari Tua Berkala serta bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara
Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia, Pejabat Negara dan
Pensiunannya;
b.
Formulir 1721-II dalam hal tidak ada
pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan Pasal 26 dengan menggunakan Formulir
1721-VI;
c.
Formulir 1721-III dalam hal tidak ada
pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan menggunakan Formulir 1721-VII;
d.
Formulir 1721-IV dalam hal tidak ada
penyetoran dan pemindahbukuan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 dengan menggunakan SSP
dan Bukti Pbk;
e.
Formulir 1721-V dalam hal Pemotong wajib
menyampaikan SPT Tahunan;
f.
Formulir 1721-VI;
g.
Formulir 1721-VII;
h.
Formulir 1721-A1;
i.
Formulir 1721-A2;
SPT
Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT harus disampaikan dengan
disertai Induk SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir
kertas (hard copy).
Dalam
hal Pemotong melakukan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
dan/atau pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak
sampai dengan Masa Pajak November 2013 yang dilakukan sejak berlakunya
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, penyampaian dan/atau pembetulan tersebut
dilakukan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Dalam hal Pemotong melakukan
penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan/atau pembetulan SPT
Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak Desember 2013 yang
dilakukan:
a.
sampai dengan tanggal 20 Januari 2014,
penyampaian dan/atau pembetulan tersebut dilakukan dengan menggunakan formulir
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti
Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26;
b.
setelah tanggal 20 Januari 2014,
penyampaian dan/atau pembetulan tersebut dilakukan dengan menggunakan formulir
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
Pada
saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti
Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak No 14 tahun 2013 mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2014.
Pokok-pokok perubahan antara lain:
a.
Formulir 1721-I harus dilapor tiap bulan
b.
Formulir 1721-IV untuk daftar SSP dan
NTPN
c.
Ada perubahan detail pegawai di 1721-A1
d.
Format standard penomoran Bukti Potong
e.
Kode objek pajak
f.
Kode Negara domisili
Tidak ada komentar:
Posting Komentar