Rabu, 23 Oktober 2013

BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SPM PPh PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26



Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan peraturan PER - 14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang berlaku 1 Januari 2014. 
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 (SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini terdiri dari:
a.    Induk SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 - (Formulir 1721);
b.    Daftar Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Jaminan Hari Tua Berkala serta bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia, Pejabat Negara dan Pensiunannya (Formulir 1721-I);
c.    Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26 - (Formulir 1721-II);
d.   Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Final) - (Formulir 1721-III);
e.    Daftar Surat Setoran Pajak (SSP) dan/atau Bukti Pemindahbukuan (Pbk) untuk Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 - (Formulir 1721-IV);
f.     Daftar Biaya - (Formulir 1721-V);
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I PER - 14/PJ/2013

Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang ditetapkan terdiri dari:
a.    Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Tidak Final) atau Pasal 26 - (Formulir 1721-VI);
b.    Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Final) - (Formulir 1721-VII);
c.    Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Jaminan Hari Tua Berkala - (Formulir 1721-A1);
d.   Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagi Pegawai Negeri Sipil atau Anggota Tentara Nasional Indonesia atau Anggota Polisi Republik Indonesia atau Pejabat Negara atau Pensiunannya - (Formulir 1721-A2);
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II PER - 14/PJ/2013
Tata cara pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III PER - 14/PJ/2013.
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat berbentuk:
a.    formulir kertas (hard copy); atau
b.    e-SPT.
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) maupun e-SPT dapat digunakan oleh Pemotong yang:
a.    melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
b.    melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
c.    melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
d.   melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak.

SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT wajib digunakan oleh Pemotong yang:
a.    melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
b.    melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
c.    melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
d.   melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak.
Dalam hal SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy), bentuk, isi, dan ukuran SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini tidak boleh diubah. Dalam hal SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 disampaikan dalam bentuk e-SPT, Pemotong harus menggunakan aplikasi e-SPT yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pemotong yang telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT tidak diperbolehkan lagi menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) untuk masa-masa pajak berikutnya.

Pemotong dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam hal SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam hal wajib menggunakan e-spt, namun  tidak disampaikan dalam bentuk e-SPT.  Pemotong dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam hal telah menggunakan e-spt namun kembali menggunakan hardcopy. Pemotong tersebut dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dapat disampaikan oleh Pemotong dengan cara:
a.    langsung ke KPP atau KP2KP;
b.    melalui pos dengan bukti pengiriman surat ke KPP;
c.    melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke KPP; atau
d.   e-filing yang tata cara penyampaiannya diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang disampaikan oleh Pemotong dengan cara sebagaimana dimaksud di atas huruf a, b dan c meliputi SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang berbentuk:
a.    formulir kertas (hard copy); dan
b.    e-SPT yang disampaikan dalam media elektronik.
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) tidak perlu dilampiri dengan:
a.    Formulir 1721-I dalam hal tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap, Penerima Pensiun, Tunjangan Hari Tua/Jaminan Hari Tua Berkala serta bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia, Pejabat Negara dan Pensiunannya;
b.    Formulir 1721-II dalam hal tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan Pasal 26 dengan menggunakan Formulir 1721-VI;
c.    Formulir 1721-III dalam hal tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan menggunakan Formulir 1721-VII;
d.   Formulir 1721-IV dalam hal tidak ada penyetoran dan pemindahbukuan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 dengan menggunakan SSP dan Bukti Pbk;
e.    Formulir 1721-V dalam hal Pemotong wajib menyampaikan SPT Tahunan;
f.     Formulir 1721-VI;
g.    Formulir 1721-VII;
h.    Formulir 1721-A1;
i.      Formulir 1721-A2;

SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT harus disampaikan dengan disertai Induk SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy).
Dalam hal Pemotong melakukan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan/atau pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak sampai dengan Masa Pajak November 2013 yang dilakukan sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, penyampaian dan/atau pembetulan tersebut dilakukan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Dalam hal Pemotong melakukan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan/atau pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak Desember 2013 yang dilakukan:
a.    sampai dengan tanggal 20 Januari 2014, penyampaian dan/atau pembetulan tersebut dilakukan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26;
b.    setelah tanggal 20 Januari 2014, penyampaian dan/atau pembetulan tersebut dilakukan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak No 14 tahun 2013 mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2014.

Pokok-pokok perubahan antara lain:
a.    Formulir 1721-I harus dilapor tiap bulan
b.    Formulir 1721-IV untuk daftar SSP dan NTPN
c.    Ada perubahan detail pegawai di 1721-A1
d.   Format standard penomoran Bukti Potong
e.    Kode objek pajak
f.     Kode Negara domisili

Tidak ada komentar:

Posting Komentar