Di dalam Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 28 Tahun 2007 diatur di pasal 16
mengenai Pemebetulan Ketetapan Pajak. Pasal 16 ayat 1 berbunyi sebagai berikut
: " Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur
Jenderal Pajak dapat membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan
Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan
Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan
tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan
tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan"
Pembetulan dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas
pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang
bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Sifat kesalahan atau
kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan
Wajib Pajak. Apabila ditemukan kesalahan atau kekeliruan baik oleh
fiskus maupun berdasarkan permohonan Wajib Pajak, kesalahan atau kekeliruan
tersebut harus dibetulkan. Yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau
kekeliruan adalah sebagai berikut:
a.
Surat ketetapan pajak, yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
b.
Surat Tagihan Pajak;
c.
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak;
d.
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
e.
Surat Keputusan Pembetulan;
f.
Surat Keputusan Keberatan;
g.
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
h.
Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
i.
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; atau
j.
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
Ruang lingkup pembetulan yang diatur terbatas pada kesalahan
atau kekeliruan sebagai akibat dari:
a.
kesalahan tulis, antara lain kesalahan yang dapat
berupa nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor surat ketetapan pajak,
jenis pajak, Masa Pajak atau Tahun Pajak, dan tanggal jatuh tempo;
b.
kesalahan hitung, antara lain kesalahan yang berasal
dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian dan/atau pembagian
suatu bilangan; atau
c.
kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan
tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto,
kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena
Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan
kekeliruan dalam pengkreditan pajak.
Pengertian ”membetulkan” pada ayat ini, antara lain,
menambahkan, mengurangkan, atau menghapuskan, tergantung pada sifat kesalahan
dan kekeliruannya.Jika masih terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau
kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan, Wajib Pajak dapat mengajukan lagi permohonan pembetulan kepada
Direktur Jenderal Pajak, atau Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan
pembetulan lagi karena jabatan. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan
diterima, harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang
diajukan Wajib Pajak. Untuk memberikan kepastian hukum, permohonan
pembetulan yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diputuskan dalam batas waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima
Apabila jangka waktu sebagaimana telah
lewat, tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan,
permohonan pembetulan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Dalam
hal batas waktu 6 (enam) bulan terlampaui, tetapi Direktur Jenderal Pajak belum
memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan. Dengan
dianggap dikabulkannya permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak. Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur
Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal
yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib
Pajak .
Dari Pasal 16 KUP dapat diketahui bahwa Pembetulan Ketetapan Pajak tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan
Wajib Pajak. Jika terdapat persengekataan maka Pembetulan Ketetapan Pajak tidak memenuhi ketentuan secara formal. Ketetapan Pajak tersebut dapat diajukan keberatan kemudian banding atau langsung melalui gugatan.